Siapakah sahabat kita sampai mati dan ke syurga Allah?

- Advertisement -

SAHABAT adalah orang yang sangat rapat dengan kita, tidak memiliki hubungan darah atau keluarga. Sahabat adalah seorang yang sangat kita percayai, penyimpan aib dan rahsia kita dari pengetahuan orang lain. Sahabat tidak perlu dari golongan bangsawan, hartawan, jelitawan dan sebagainya. Sahabat dalam Islam adalah saling mengingatkan kita kepada Allah S.W.T, menegur kita ketika kita salah, membela kita ketika kita tidak bersamanya dan sahabat juga sentiasa ada bersama kita di saat kita suka atau sedang berduka. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak boleh hidup tanpa manusia lainnya.

Di dalam perjalanan kehidupan menuju Allah S.W.T, kita memerlukan seseorang sebagai pendamping atau sahabat. Dan Nabi S.A.W melarang seseorang untuk melakukan perjalanan jauh (safar) bersendirian tetapi bersama beberapa orang sehingga lebih aman dan boleh saling mengingatkan mengenai kebaikan dan melarang dari melakukan kemungkaran di sepanjang perjalanan. 

- Advertisement -

Rasulullah S.A.W bersabda yang maksudnya:

“Orang yang safar sendirian adalah syaitan, yang berdua adalah dua syaitan dan yang bertiga maka itulah orang yang safar yang sebenarnya.”

(Hadis Riwayat Malik dalam al Muwatha, Abu Daud dan at Tirmizi dihasankan al Albani dalam Shahih Abu Daud)

Kalau perjalanan kehidupan di dunia sahaja, Nabi S.A.W menyuruh berteman apalagi perjalanan menuju Allah S.W.T. Perjalanan itu panjang sekali dan banyak tentangan, fitnah dan godaannya. Rasulullah S.A.W ketika hijrah, beliau tidak sendirian tetapi beliau berteman. Jadi perjalanan menuju Allah S.W.T, teman itu diperlukan disebabkan dengan dua hal di bawah.

Yang pertama, sebagai pembimbing atau guider, penunjuk jalan. Kenapa perlukan seorang guider? Sebab kita tak tahu jalannya. Hal ini sering kita lihat bila kita mengikuti mana-mana kembara ke luar negara, contohnya Haji atau Umrah. Setiap kumpulan jemaah mesti ada seorang guider atau dikenali sebagai mutawif dan dia juga sebagai pembimbing menceritakan setiap tempat yang kita lawati. Guider inilah teman kita sepanjang perjalanan itu atau di sepanjang kembara kita menuju destinasi yang dituju. Begitu juga dengan hijrah Rasulullah S.A.W, Rasulullah ditemani oleh Sahabat-sahabat yang berperanan mengikut sudut mana mereka diamanahkan sehinggalah akhirnya Rasulullah berjaya sampai ke Madinah. 

Yang kedua sahabat. Sahabat yang mendampingi dan bersama kita di sepanjang perjalanan. Sahabat itu tidak perlu seorang yang alim tetapi sahabat yang sehati, yang memahami dan suka pada apa yang kita suka walaupun mungkin ada berbeza pendapat dalam sesuatu hal. Sahabat yang sama-sama tujuan menuju kepada Allah S.W.T. Dan sahabat yang dapat bersama-sama meningkatkan mood baik, dapat melepaskan dari tekanan kesulitan dalam perjalanan, meningkatkan rasa percaya diri dan dihargai dan sama-sama melindungi antara satu sama lain kerana Allah S.W.T. Saat suka dan duka diharungi bersama tanpa mengharapkan balasan. 

Peranan sahabat sangat penting di dunia dan akhirat. Kenapa? Kerana sahabat yang beriman dan bertakwa itu dapat memberikan syafaat di akhirat kelak. Nabi S.A.W menceritakan mengenai keuntungan hasil sebuah persahabatan di hari kiamat nanti, Beliau bersabda mengenai kebaikan memiliki Sahabat yang bermaksud:

“Setelah orang mukmin itu terbebas dari neraka dan masuk ke syurga, demi Allah S.W.T, Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah S.W.T untuk memperjuangkan nasib saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, “Wahai Tuhan kami, mereka (Yang masih tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, solat dan juga haji.” 

“Maka dijawab oleh Allah S.W.T, “Keluarkan (Dari neraka) orang yang kalian kenal.” Sehingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Mukminin ini pun mengeluarkan ramai saudaranya yang telah dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.

“Kemudian orang-orang mukmin itu menyatakan kepada Allah, “Wahai Tuhan kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dibebaskan dari neraka, sudah tidak ada yang berbaki.”

“Maka Allah berfirman, “Kembali lagi (ke neraka), keluarkan yang masih memiliki iman seberat dinar.” Maka dikeluarkanlah orang mukmin dalam jumlah yang ramai yang diseksa di neraka. Kemudian mereka menyatakan kepada Allah, “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun orang yang Engkau perintahkan agar dibebaskan.”

(Hadis Riwayat Muslim)

Allah berfirman di dalam Surah as-Syuara ayat 100 ke 101 ketika orang-orang kafir di dalam neraka mengatakan yang maksudnya:

“Dengan sebab itu, tiadalah kami beroleh sesiapa pun yang memberi pertolongan,”

“Dan tiadalah juga sahabat karib yang bertimbang rasa.”

Ini adalah penyesalan orang-orang kafir kelak di neraka. Orang-orang kafir ketika mereka di neraka, melihat ada orang yang diazab bersama mereka, tetapi dikeluarkan dari neraka. Lalu mereka bertanya, siapa yang membantu mereka keluar dari neraka? Apakah dia mendapatkan syafaat dari Nabi atau dari malaikat? Tidak! Tetapi mereka mendapat syafaat dari sahabat-sahabatnya. 

Ulamak Tabi’in Iman Hassan al Basri mengatakan, “Perbanyakkanlah bersahabat dengan orang-orang yang beriman dan yang bertakwa kepada Allah S.W.T, kerana sesungguhnya mereka akan dapat memberikan syafaat pada hari kiamat kelak.”

Sementara Ibnul Jauzi pernah berpesan kepada sahabat-sahabatnya sambil menangis, “Jika kalian tidak menemukan aku di syurga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah mengenai aku, ‘Wahai Rabb kami, hambamu fulan sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami mengenai Engkau. Maka masukkanlah dia bersama kami di syurga-Mu.”

Al Imam As-Syafie pernah mengatakan, “Aku mencintai orang-orang soleh, walaupun aku bukan termasuk di antara meraka, semoga bersama mereka, aku berharap akan mendapatkan syafaatnya kelak. Dan aku membenci kepada para pelaku maksiat dan dosa walaupun aku tidak berbeza dengan mereka. Aku membenci orang yang membuang-buang usianya dalam kesia-siaan walaupun aku sendiri adalah orang yang banyak menyia-nyiakan usia.”.”

Surah al Zuhruf ayat 67 hingga 68 yang bermaksud:

“Pada hari itu sahabat-sahabat karib (Yang saling mencintai): Setengahnya akan menjadi saling bermusuhan kepada setengahnya yang lain, kecuali orang-orang yang persahabatannya berdasarkan takwa (iman dan amal soleh).”

Jadi persahabatan mesti diikat kerana Allah S.W.T bukan kerana sama-sama menjadi teman berjoging, sama-sama teman sekumpulan atau persatuan, sama-sama sepejabat, sama-sama teman seperumahan, bukan sama-sama orang Malaysia dan lain-lain. Semua persahabatan dan perkumpulan yang bukan kerana Allah S.W.T, kelak di hari kiamat akan jadi permusuhan. Hari ini saling mencintai, saling mendukung, saling bekerjasama, saling menyokong, tetapi kelak pada hari kiamat akan bermusuhan kecuali orang-orang yang bertakwa:

“(Mereka yang bertakwa itu, diberi penghormatan serta diseru oleh Allah S.W.T dengan firman-Nya): “Wahai hamba-hamba-Ku! Pada hari ini kamu tidak akan merasai sebarang kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik); dan kamu pula tidak akan berdukacita”.

Tafsir dari ayat ini menyatakan bahawa kawan-kawan karib atau sahabat pada hari itu sebahagian mereka bagi sebahagian yang lain musuh. Kawan-kawan karib yang bersahabat di atas kekafiran, mendustakan dan maksiat kepada Allah S.W.T sewaktu di dunia, pada hari kiamat mereka saling bermusuhan. Hal itu, kerana persahabatan mereka bukan kerana Allah S.W.T sehingga pada hari kiamat berubah menjadi permusuhan.

Apabila salah seorang dari dua orang kafir yang berkawan karib meninggal dunia, lalu dia diberi ancaman akan masuk neraka, teringatlah dia kepada kawannya.

Dia berkata, “Ya Allah, sesungguhnya kawan rapatku si Fulan selalu menganjurkan kepadaku untuk berbuat derhaka terhadap Engkau dan menderhakai Rasul-Mu, memerintahkan kepadaku untuk melakukan kejahatan dan melarangku mengerjakan kebaikan, dan dia bercerita kepadaku bahawa aku tidak akan bersua dengan-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau beri dia petunjuk sesudahku hingga Engkau perlihatkan kepadanya hal yang serupa dengan apa yang Engkau perlihatkan kepadaku (neraka), dan Engkau murkai dia sebagaimana Engkau murkai aku.”

Maka kawannya yang kafir itu diwafatkan. Kemudian berkumpullah keduanya, lalu dikatakan, “Hendaklah masing-masing dari kamu mencaci yang lainnya.”

Maka masing-masing dari keduanya mengatakan kepada kawanya, “Engkau adalah seburuk-buruk saudara, engkau adalah seburuk-buruk kawan, engkau adalah seburuk-buruk kekasih.”

“Kecuali orang-orang yang bertakwa.”

Akan tetapi, orang-orang yang menjauhi diri dari syirik dan maksiat, maka persahabatan mereka akan kekal dan terus-menerus. Apa yang berdasarkan kerana Allah S.W.T, maka sesungguhnya hal itu akan tetap kekal berkat kekekalan Allah S.W.T.

Setiap persahabatan akan menjadi permusuhan di hari kiamat kecuali orang-orang yang bertakwa. Dua orang mukmin yang berkawan karib, salah seorang dari mereka diwafatkan, dan dia diberi khabar gembira akan masuk syurga, teringatlah dia kepada kawannya itu.

Maka dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya si Fulan adalah sahabatku. Dia selalu memerintahkan kepadaku agar taat kepada-Mu dan taat kepada Rasul-Mu, serta selalu memerintahkan kepadaku melakukan kebaikan dan melarangku melakukan perbuatan jahat, dan dia bercerita kepadaku bahawa aku akan bersua dengan-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau sesatkan dia sesudahku hingga Engkau perlihatkan kepadanya seperti apa yang Engkau perlihatkan kepadaku sekarang, dan Engkau redai dia sebagaimana Engkau redai diriku.”

Maka dikatakan kepadanya, “Pergilah, sekiranya kamu mengetahui apa yang disediakan untuknya di sisi-Ku, tentulah engkau banyak ketawa dan sedikit menangis.” Kemudian sahabatnya itu diwafatkan, lalu keduanya bersua di alam roh.

Maka dikatakan kepada keduanya, “Hendaklah salah seorang dari kamu berdua saling memuji kepada sahabatnya.”

Maka masing-masing dari keduanya berkata kepada sahabatnya, “Engkau adalah sebaik-baik saudara, engkau adalah sebaik-baik sahabat, dan engkau adalah sebaik-baik kekasih.”

Rasulullah S.A.W bersabda yang maksudnya:

“Seandainya dua orang saling mencintai kerana Allah (seorangnya berada di belahan Timur, sedangkan yang lainnya berada di belahan Barat) nescaya Allah S.W.T akan menghimpunkan di antara keduanya kelak di hari kiamat, lalu Allah S.W.T berfirman yang maksudnya, “Inilah orang yang engkau cintai demi kerana Aku.”

Apabila hari kiamat terjadi, sesungguhnya manusia itu ketika mereka dibangkitkan tiada seorang pun dari mereka melainkan merasa terkejut, lalu terdengarlah oleh mereka suara yang menyerukan:

“68. Wahai hamba-hambaKu, tidak ada ketakutan atas kalian hari itu dan kalian tidak bersedih hati.”

Wahai hamba-hamba-Ku, tiada kekhuatiran terhadap kalian pada hari ini dan tiada pula kalian bersedih hati. Iaitu tidak ada kekhuatiran yang akan menimpa kalian di masa depan dan tidak pula kalian bersedih hati terhadap hal yang telah berlalu bagi kalian.

Seruan itu membuat senang hati mereka dan ketika itu hilang segala musibah dan penderitaan. Jika sesuatu yang tidak diinginkan sudah hilang dari berbagai sisi, maka yang ada adalah hal yang diinginkan dan diharapkan.

Dari penerangan Surah Az Zuhruf ayat 67 dan 68 di atas, jelaslah kita diperintahkan mencari sahabat. Persahabatan yang didasarkan kerana Allah S.W.T dan bukan yang ada kepentingan lain.

Allah S.W.T menceritakan mengenai persahabatan. Persahabatan itu juga memberi makna, hubungan erat antara suami dan isteri, antara anak dan ayah, antara anak dengan orang tuanya. Kadangkala sahabat itu juga antara ibu dan bapa dengan anak-anak. Sebab anak-anak itu lah kadang-kadang mengingatkan orang tuanya untuk ingat kepada Allah S.W.T. Atau memiliki isteri yang menjadi sahabat juga di dunia dan akhirat, yang di malam harinya dia bangunkan suaminya untuk solat Tahajud. Dan begitu juga suami, dicium kening isterinya lalu dikejutkannya dalam waktu berbaki untuk solat Tahajud. Inilah contoh suami isteri yang bersahabat di dunia dan di akhirat. Allah S.W.T merahmati suami-isteri yang mengejutkan pasangannya untuk menunaikan solat Tahajud dengan penuh kasih sayang.

Dalam suatu Hadis Riwayat Abu Hurairah R.A, Nabi S.A.W bersabda yang maksudnya: 

“Allah merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun malam, lalu dia menunaikan solat dan mengejutkan isterinya, lalu isterinya (bangun) menunaikan solat. Sekiranya isterinya enggan (bangun), dia akan merenjiskan air pada wajah isterinya. Allah (juga) merahmati wanita (isteri) yang bangun malam, lalu dia menunaikan solat dan mengejutkan suaminya, lalu suaminya (bangun) menunaikan solat. Sekiranya suaminya enggan (bangun), dia akan merenjis air ke wajah suaminya”.

[Riwayat Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’iy, Ibn Majah, Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, al-Hakim].

Rasa manisnya iman adalah rasa manis yang menyerap di dalam kalbu. Jika seorang hamba telah merasa manisnya iman, rasa itu mampu melindungi dirinya daripada terpengaruh dengan segala nikmat dan rasa cinta dunia dan dia akan meletakkan keseluruhan kesetiaan hatinya hanya kepada Allah S.W.T dan Rasulullah S.A.W. Hatinya sentiasa terikat dengan Allah S.W.T dan sentiasa dalam ketenangan dan ketenteraman sebab dia memaknai persahabatannya hanya kerana Allah S.W.T.

“Dari Anas bin Malik dari Nabi S.A.W, Baginda bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali kerana Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka”

(Hadis Riwayat Bukhari No: 15)

Surah al Mujadallah ayat 17 maksudnya:

“Harta benda mereka dan anak pinak mereka tidak sekali-kali akan dapat memberikan sebarang pertolongan kepada mereka dari azab Allah. Merekalah ahli neraka, mereka tetap kekal di dalamnya.”

Surah Haqqah ayat 25 maksudnya:

“Adapun orang yang diberikan menerima Kitab amalnya dengan tangan kirinya, maka ia akan berkata (dengan sesalnya): “Alangkah baiknya kalau aku tidak diberikan Kitab amalku.””

Kenapa terjadi hal di atas? Kerana ketika hidupnya, semuanya dilakukan demi kepentingan duniawi sahaja, dan di akhirat nanti dunia yang dia hidup untuknya sudah berakhir. Semasa di dunia, puluhan tahun usia dihabiskan bukan untuk menggapai cinta Allah S.W.T dan kemanisan iman malah berasa terbeban dengan setiap perintah Allah S.W.T. Maka di akhirat kelak termasuklah dia ke dalam golongan orang yang rugi.

Abu Idris Al Khaulani bercerita:

“Suatu hari aku masuk ke masjid di kota Damaskus. Tiba-tiba aku bertemu dengan seorang pemuda yang giginya putih bersih.

Pemuda itu dikelilingi oleh para sahabatnya yang berjumlah puluhan orang, mereka sedang menjadikan pemuda bergigi bersih itu sebagai rujukan dalam beberapa persoalan.

Aku lalu bertanya, “Siapa pemuda itu…?

Orang-orang menjawab, “Itu adalah sahabat Muadz bin Jabbal R.A.”

Keesokan harinya, aku pergi ke masjid untuk beribadah pada malam hari. Ternyata aku menjumpai pemuda itu sudah mendahuluiku dalam beribadah pada malam itu. Aku menjumpainya dalam melaksanakan solat. Aku menunggu hingga ia selesai solat. Kemudian aku mendatanginya dari belakang. Aku memberi salam terlebih dahulu, lalu berkata kepadanya, “Demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu kerana Allah S.W.T.”

Pemuda itu bertanya, “Apakah betul kerana Allah.”

Aku menjawab, “Ya kerana Allah.”

Pemuda itu bertanya lagi, “Apakah betul kerana Allah”

Aku menjawab ya kerana Allah.

Pemuda itu bertanya lagi, “Apakah betul kerana Allah”

Aku menjawab, “Ya kerana Allah S.W.T.”

Pemuda itu lalu memegang serbanku dan ia menarik ke arahnya.

Dia berkata, “Wahai sahabatku bergembiralah. Aku mendengar Rasulullah bersabda yang bermaksud “Bahawa Allah berfirman, “Mahabbah-Ku (Cinta-Ku) wajib ke atas orang-orang yang saling mencintai kerana Aku, orang-orang yang duduk kerana Aku, orang-orang yang saling mengunjungi kerana Aku dan orang-orang yang berkorban kerana Aku.”

Lihatlah betapa mulianya orang yang mencintai kerana Allah S.W.T. Bahkan buah mencintai kerana Allah S.W.T adalah Jannah.

Sebagaimana Hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah S.A.W bersabda yang maksudnya, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang bukan Nabi, tetapi para Nabi dan syuhada cemburu terhadap mereka.”

Ada Sahabat bertanya, “Siapa mereka ya Rasulullah? Semoga kami juga akan mencintai mereka.” Rasulullah S.A.W menjawab yang bermaksud “Mereka adalah orang yang saling mencintai kerana Allah S.W.T tanpa ada hubungan kekeluargaan dan nasab di antara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut dan mereka tidak sedih di saat manusia sedih.”

Mereka inilah yang akan merasai manisnya iman dan mereka ini sangat mulia dan istimewa di sisi Allah S.W.T. Mereka bersahabat kerana Allah S.W.T, bukan untuk kepentingan keduniaan dan ingin mengambil manfaat dari orang lain. Kalau untuk akhirat silakan tetapi kalau bukan, jauhkan kerana kawan mungkin boleh jadi musuh di akhirat kelak dan mereka tidak akan pernah memikirkan kita untuk diberikan syafaat. 

Allah S.W.T menyuruh Nabi S.A.W untuk memilih kawan dan begitu juga Nabi S.A.W menyuruh umatnya. 

Surah al kahfi ayat 28 yang bermaksud:

“Dan jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat dengan orang-orang yang beribadat kepada Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang, yang mengharapkan keredaan Allah semata-mata; dan janganlah engkau memalingkan pandanganmu daripada mereka hanya kerana engkau mahukan kesenangan hidup di dunia; dan janganlah engkau mematuhi orang yang Kami ketahui hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami di dalam al-Quran, serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran.”

Dan Nabi S.A.W menyuruh kita mencari sahabat yang baik bukan semata untuk manfaat semasa di dunia tetapi demi manfaat yang abadi di akhirat kelak. 

“Nabi S.A.W telah bersabda, dari Abu Musa yang maksudnya, “Perumpamaan kawan baik dan kawan buruk, bagaikan penjual minyak wangi, sedangkan kawan yang buruk bagaikan peniup api tukang besi. Maka penjual minyak wangi adakalanya memberimu atau engkau membeli padanya, atau mendapat bau harum daripadanya. Adapun peniup api tukang besi, jika tidak membakar bajumu atau engkau mendapat bau yang busuk daripadanya.””

(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Sementara itu Iman Syafie berkata, “Jika engkau punya sahabat yang selalu membantumu dalam dalam mentaati Allah S.W.T, maka engkau peganglah dia erat-erat, jangan pernah engkau lepaskan dia. Kerana mencari sahabat baik itu susah, tetapi melepasnya sangat mudah sekali.”

Nabi bersabda yang bermaksud:

“Orang itu agamanya mengikut agama kawannya, maka lihatlah dengan siapa kalian berkawan.

(Abu Daud dan Tirmizi) 

Memilih kawan rapat atau sahabat adalah sesuatu yang tidak boleh diambil mudah. Sebab itu Islam mengajarkan kita jangan sampai salah memilih sahabat kerana seorang sahabat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap peribadi sahabatnya yang lain. Setiap orang ada kecondongan untuk meniru orang lain dan pengaruh kawan ini akan dapat mempengaruhi alam di bawah sedar seseorang. Jadi kita kekadang mengikuti mereka tanpa keinginan tetapi secara tak sedar kita telah dipengaruhinya. Jadi kita mesti cepat-cepat sedar dan menjauhkan diri, kalau tidak kita akan termasuk ke dalam dunia mereka.

Dari penerangan di atas, jelas kepada kita siapa yang sepatutnya kita boleh jadikan sahabat sampai mati. Bagaimana cara kita untuk memilih sahabat, lihat penjelasan lebih lanjut di bawah ini.

Ciri-ciri sahabat yang sepatutnya kita dampingi untuk menuju kepada Allah S.W.T

1. Hendaklah orang itu bertakwa.

Ini menjadi syarat mutlak untuk memilih sahabat. Melaksanakan semua perintah Allah S.W.T dan menjauhi segala larangan Allah S.W.T. Paling tidak yang wajib dikerjakan dan yang haram ditinggalkan. Inilah syarat paling rendahnya. 

Kalau kalian lihat mereka tidak solat, jangan dijadikan sahabat. Di bulan Ramadan, mereka tidak puasa, jangan dijadikan sahabat. Mereka melakukan yang haram, jangan dijadikan sahabat, buruk akhlaknya jangan dijadikan sahabat, suka melanggar ajaran agama, pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat jangan dijadikan kawan rapat. Jadi perbanyakkanlah bersahabat dengan orang-orang yang soleh. Sebagaimana pesanan Nabi S.A.W dalam Hadis di bawah.

Nabi S.A.W bersabda yang bermaksud:

“Janganlah bersahabat kecuali dengan orang yang beriman dan janganlah makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”

(Hadis Riwayat Abu Daud dan Tirmizi).

Pernah Hassan al Basri ditanya oleh seorang ayah yang mahu menikahkan puterinya dan dia mahu tahu dengan siapa sepatutnya dia menikahkan puterinya. Lalu dijawab oleh Hassan al Basri, “Nikahkanlah dia dengan seorang yang takut kepada Allah S.W.T dan bertakwa kepada-Nya. Sebab, kalau dia mencintainya maka dia akan memuliakannya (isteri) dan apabila dia membencinya maka dia tidak akan menzaliminya.”

Kita mesti faham bahawa sahabat-sahabat ini juga termasuk isteri-isteri, suami-suami, ibu bapa, menantu-menantu dan juga anak-anak kita. Jadi syarat pertama, orang itu mesti seorang yang bertakwa. Ketika kamu tak ada, dia akan tutupkan aibmu dan tidak suka mendedahkan keburukkan sahabat-sahabatnya. Dan juga tidak suka memanjang-manjangkan umpatan orang terhadap sahabat-sahabatnya.

2. Hendaklah orang itu orang yang mudah bergaul.

Sahabat yang baik adalah sahabat yang yang membahagiakan dan dapat memberi semangat atau sekurang-kurangnya ketika bertemu, wajahnya berseri-seri dan menguntum senyuman. Orangnya tidak kaku atau dingin tetapi jiwa yang penuh dengan kasih sayang, tidak suka marah-marah dan tidak mudah emosi tetapi memiliki hati yang lembut dan baik akhlaknya. Orang yang lembut hatinya, mudah ditegur dan mudah menegur kita dengan cara yang terbaik. Kita mesti ingat bahawa di dalam persahabatan ini, masing-masing ada kelemahan dan kekurangan diri masing-masing. Jadi di sini, kena ada rasa tolak ansur dan empati. Jangan sahabat-sahabat kita buat kesalahan, kita terus meninggalkannya. 

Nabi S.A.W bersabda yang bermaksud:

“Seorang mukmin adalah lembut, maka tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak lembut atau tidak boleh dilembuti.”

(Hadis Riwayat Ahmad 8831)

3. Cari orang yang menutupi aib kita dan menceritakan kebaikan kita.

Pasangan, anak, tetangga, kawan dan keluarga adalah orang yang sentiasa ada di sekeliling kita dan mereka juga tergolong dalam sahabat kita. Mereka berperanan kuat dalam mempengaruhi buruk dan baik hidup kita. Semoga Allah S.W.T mengurniakan kepada kita sahabat-sahabat yang dapat menutup aib dan rahsia kita dan menceritakan yang baik-baik sahaja dari kita. Sebab itu Rasulullah S.A.W mengajar kita membaca doa seperti di bawah ini.

Rasulullah mengajarkan doa yang biasa dibaca untuk menyelamatkan kita dari buruknya pasangan, anak, tetangga, kawan, dan harta. Diceritakan oleh Abu Hurairah bahawa doa tersebut adalah salah satu doa yang sering dibaca oleh Rasulullah S.A.W. Doa tersebut adalah sebagai berikut:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال كان من دعاء رسول الله صلى الله عليه وسلم : اللهم اني اعوذبك من جار السوء ومن زوج تشيبني قبل المشيب ومن ولد يكون علي ربا ومن مال يكون علي عذابا ومن خليل ماكر عينه تراني وقلبه يرعاني إن رأى حسنة دفنها وإذا رأى سيئة أذاعها

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang jahat, dari pasangan yang menjadikanku tua (beruban) sebelum waktunya, dari anak yang berkuasa kepadaku, dari harta yang menjadi seksa kepadaku, dari kawan dekat yang berbuat jahat kepadaku, matanya melihat dan hatinya terus mengawasi, namun kalau melihat kebaikan, ia sembunyikan dan kalau melihat kejelekan, ia sebarkan.

(Hadis Riwayat Thabrani)

Macam mana kita boleh tahu bahawa kawan kita berbuat macam-macam keburukan terhadap kita di belakang kita? Kalau kawan itu suka menceritakan keaiban orang kepada kita maka dia juga ada potensi menceritakan aib kita kepada orang lain. Tetapi kalau kawan ini selalu bawa berita baik mengenai seseorang itu kepada kita maka dia juga berpotensi menutupi aib kita dan menceritakan kebaikan kita kepada orang. Moga Allah S.W.T melindungi kita dari kawan-kawan yang jahat seperti di atas itu. Aamin.

4. Sahabat ini orang yang banyak manfaat terhadap orang lain.

Ada orang yang terlau individualistic atau bersifat individu, tidak memikirkan orang lain, seperti kalau ada sesuatu tempat itu kena musibah malapetaka, contohnya banjir, tetangga sakit, jalan rosak atau kebakaran tetapi mereka tidak peduli. Jadi kita kenalah berkawan dengan orang yang peduli dengan orang lain bukan melihat pada dirinya sahaja.

Nabi S.A.W telah ditanya mengenai orang yang paling dicintai Allah S.W.T, Baginda bersabda yang bermaksud: 

”Sebaik-baik manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang.”

(Hadis Riwayat Tobrani 6026)

Kawan ketika kita senang, berharta dan sihat mudah dijumpai tetapi kawan yang ketika kita berada dalam kesusahan dan kesempitan itu susah dicari bahkan akan meninggalkan kita. Wallahu‘lam

5. Hendaklah cari sahabat yang terus terang, tidak menyembunyikan sesuatu kelemahan dan kekurangan diri.

Ibnu Qudamah telah menjelaskan empat cara memperbaiki kekurangan diri. Dengan itu ada pelbagai cara untuk kita mengenal kekurangan diri kita dan seterusnya memperbaikinya. Dari mana kita tahu kekurangan dan kesalahan diri kita? Dari orang lain. Maka empat cara tersebut adalah:

a. Hendaklah duduk dengan sheikh (Guru atau seorang alim).

Orang yang tahu mengenai penyakit hati, minta nasihat dan panduan daripadanya. Orang alim itu akan memberitahukan mengenai kelemahan-kelemahan diri dan cara merawatnya. Akan tetapi, orang alim pada zaman sekarang sangatlah susah untuk ditemui. Jika seseorang telah menemuinya, maka peganglah dia erat-erat dan jadikan dia sahabat sampai mati.

b. Mencari sahabat yang dia itu jujur, terus terang dan tidak menyembunyikan sesuatu. 

Sahabat yang seperti ini, kita meminta kepadanya agar dia dapat memantau hidup kita, memperhatikan kita dan seandainya kita berbuat salah, kita minta dia menegurnya dan mengingatkan kita dari perangai dan tingkah laku yang tidak baik.

Saidina Umar bin al-Khattab R.A berkata, “Semoga Allah S.W.T merahmati orang yang memberitahu kami mengenai kekurangan-kekurangan kami.”

Para Salaf amat mencintai orang yang mengingatkan kekurangan atau aibnya. Namun, pada zaman kita ini sebaliknya. Orang yang menunjukkan aib kita, pada umumnya dijadikan sebagai orang yang paling dibenci. Ini menandakan lemahnya iman.

c. Bergaul dengan orang-orang yang baik.

Mereka adalah seseorang yang sangat menjaga diri dari sesuatu perkara yang terkeji sehingga sekiranya apa yang mereka pandang, jika ternyata ianya sesuatu yang tercela, mereka akan berusaha menjauhinya. Sahabat yang baik suka mengingatkan kita agar sentiasa mengingati Allah S.W.T setiap masa dan berusaha menjauhi sesuatu yang dimurkai Allah S.W.T.

Saidina Umar Al Khattab mengatakan, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang menghadiahkan (Menampakkan) kepadaku kekurangan-kekuranganku atau aibku.”

Maka carilah sahabat seperti itu. Yang dia suka menegur kita yang biasanya, orang tidak suka kepadanya. Dengan teguran dan kritikan mereka, seseorang akan lebih mudah mengetahui kekurangan diri dan dari situ, dia dapat memperbaiki kekurangan dirinya. Tetapi bukan semua orang boleh menerima kritikan dengan berlapang dada, jadi belajarlah.

d. Hendaklah mengambil manfaat dari kritikan-kritikan musuh.

Dalam kehidupan ini, ada orang yang tidak suka kepada orang lain. Biasanya penglihatan orang yang ada permusuhan dalam hatinya akan melihat dan mencari semua kekurangan-kekurangan musuhnya. Apa sikap kita dengan kritikan mereka? Jangan marah! Tetapi muhasabah diri dan ambil pelajaran, cari titik-titik kekurangan diri dari ucapan yang keluar dari mulut musuh dengan hati terbuka walaupun sesuatu yang pahit untuk ditelan.

Seorang penyair ada mengatakan, “Kalau engkau dilempari orang dengan batu, jangan baling mereka kembali dengan batu, sebab sia-sia sahaja, tetapi engkau kumpulkan semua batu-batu itu dan binalah anak-anak tangga untuk engkau mendaki menuju kejayaan yang lebih tinggi dalam hidup.”

Kesimpulan

Marilah kita menjadi seorang sahabat yang baik di sisi Allah dan di sisi manusia sehingga mati, yang menjadi seperti cermin kepada yang lain dan agar mendapat naungan Allah S.W.T pada hari kiamat kelak seperti di dalam Hadis Nabi S.A.W berikut yang bermaksud:

 “Dua orang laki-laki (Wanita juga) yang saling mencintai kerana Allah S.W.T, mereka tidak bertemu kecuali kerana Allah S.W.T Dan berpisah kerana Allah S.W.T.”

(Hadis Riwayat Bukhari 620)

Wallahua‘lam.

FARIDAH KAMARUDDIN – HARAKAHDAILY 10/6/2021

- Advertisement -